Dikutip dari KOMPAS.com — Serangan misil Israel pada Minggu (18/11/2012) di Jalur Gaza menghancurkan sebuah rumah keluarga seorang polisi, Mohamed Al-Dallu. Dallu dan delapan anggota keluarga, termasuk empat orang anak, tewas seketika.
Wartawan melaporkan, suasana begitu pilu saat warga dengan alat seadanya berupaya menggali reruntuhan puing untuk mencari korban.
Di Rumah Sakit Shifa, tangis memecah ketika anak-anak Dallu digendong tak bernyawa. Petugas medis banyak menerima korban luka. Mereka tampak kewalahan menerima banyaknya korban dengan kondisi yang parah. Seorang perawat jatuh lemas tak sanggup mengatasi tekanan emosi dan harus ditenangkan oleh rekan sejawatnya di satu sudut ruangan...........
Ya betapa memilukannya nasib Anak-Anak Palestina.......
Dikutip dari Merdeka.com, Mungkin di dunia ini tidak ada orang tua ingin masa kecil anak mereka terenggut dalam keadaan apapun. Tetapi hal itu sepertinya tidak berlaku di Palestina. Di mana sebagian bocah saban hari hidup dalam ketakutan tak berkesudahan. Mereka selalu berdoa semoga hari esok masih bisa berkumpul dengan orang tua dan tidak pernah disentuh tentara Israel.
Sebuah organisasi nirlaba asal Israel, Breaking the Silence, memaparkan laporan mengejutkan. Mereka membukukan pengakuan 30 mantan serdadu Negeri Zionis itu soal kekerasan terencana terhadap bocah-bocah Palestina, seperti dilansir dari surat kabar the Guardian, Senin (27/8/2012).
Dari pengakuan itu diungkap bagaimana para serdadu Israel di Tepi Barat dan Jalur Gaza saban hari kerap menculik, memukuli, menakut-nakuti, hingga mencemooh para bocah Palestina. Kadang para prajurit itu selalu mencari-cari alasan dengan menuduh mereka melakukan pelemparan batu. Di lain waktu, aparat Negeri Zionis itu sering melampiaskan kekerasan seperti menendang dan mencekik anak-anak tanpa alasan jelas.
Menurut salah satu prajurit tidak disebutkan namanya, prosedur penangkapan itu serba tidak jelas. Mereka hanya ditahan dan berdesakan dalam sebuah ruangan kecil di kantor polisi terdekat. "Anda tidak pernah tahu nama mereka, tidak pernah berbicara kepada mereka, mereka hanya bisa menangis sampai buang air di celana. Mata mereka ditutup dan didudukkan berjejer bagaikan anjing," kata dia. Menurut dia, pada awalnya dia merasa risih dengan kenyataan seperti itu. Tetapi lambat laun dia dan beberapa rekan menjadi tidak peduli dan terbiasa dengan hal itu.
Anda bisa bayangkan seorang bocah kecil ditangkap dan diseret masuk ke dalam kantor polisi buat ditanyai setelah dipukuli terlebih dulu. Paling menyedihkan adalah dia diinterogasi sembari laras senapan berisi peluru tajam siap tembak diarahkan ke kepala. Tentu bocah itu menangis ketakutan minta ampun. Kadang para serdadu itu sengaja mengerjai guna mengorek keterangan lebih dalam tentang siapa kerabat mereka ikut menjadi anggota perlawanan macam Hamas atau Jihad Islam. Setelah puas, para petugas itu pun tertawa. Anak-anak itu seakan sudah terbiasa hidup dengan cara seperti itu, meski terasa pahit.
Menurut Gerard Horton dari organisasi Perlindungan Anak-anak Internasional (DCI) cabang Palestina, dari hasil penelitian bocah-bocah Palestina kerap disiksa oleh prajurit Israel. Saban malam mereka diculik, diborgol, ditutup matanya, serta mendapat kekerasan. Kengerian itu berlanjut lantaran mereka tidak diberi izin bertemu orang tua sampai pemeriksaan dinyatakan selesai sesuai kehendak para petugas keamanan itu.
Seorang juru bicara militer Israel menyangkal semua laporan dipaparkan oleh Breaking the Silence. Dia mengatakan hal itu hanya sebagai upaya pencitraan negatif buat dinas ketentaraan. "Hal itu merupakan masa lalu militer Israel. Kini kami cepat tanggap saat ada laporan pengaduan tentang tindakan mencurigakan atau salah prosedur. Kejadian macam itu bakal diusut," kata dia.
Namun, menurut para mantan serdadu hal itu mungkin dianggap remeh. Tetapi itu penting lantaran masyarakat harus tahu apa yang terjadi saban hari dalam bagian kehidupan mereka. Lantaran mereka hidup di atas ketakutan orang lain.
No comments:
Post a Comment