Sunday, August 30, 2009

Rumah Dinas: Anugrah atau Masalah?



Sering kita melihat tayangan bagaimana penghuni rumah dinas terlibat dalam konflik yang berkepanjangan.....Mereka yang sudah pensiun (atau keturunannya) mempertahankan rumah tersebut dari usaha-usaha fihak yang akan mengambil alih kembali.....Alasannya antara lain akan dipergunakan kembali oleh pegawai atau staf yang masih aktif......

Kedua belah fihak merasa berhak atas rumah tersebut.....bahkan sampai terjadi baku hantam.....Ironis memang, di luar soal hukum, kepantasan, moral dan keterbatasan.......keluarga besar kami punya "second sight" dari masalah ini sbb:

  • Kakek (almarhum) yang dulu berdinas di GBO (sampai era PLN) selama ~35 tahun, pernah mendapat jatah rumah dinas di Jl. Ciateul Bandung.....Dengan segala kerendahan hati dan kepolosannya (baca:Lion Heart) beliau menolak dengan halus dan memilih tinggal di rumah pribadi di Muararajeun....Alasannya adalah sederhana (namun "inspiring); beliau tidak ingin anak-cucunya "terusir" dari rumah dinas tersebut bila pensiun.......
  • Ayah yang berdinas di Kanwil Dikbud (selama ~35 tahun) pun pernah mendapat kesempatan/ditawari tinggal di rumah dinas di daerah Buahbatu......Namun karena alasan takut "bercampunya urusan dinas dan pribadi", beliau juga akhirnya memilih tinggal di rumah pribadi dekat kakek di Muararajeun........
Kami tidak mencoba menggambarkan atau menafsirkan fihak mana yang salah atau yang benar dalam sengketa rumah dinas......Namun dari pengalaman pribadi, yang akhirnya juga memperoleh rejeki tinggal juga di Muararajeun, ada dimensi lain dalam ukuran kasih sayang serta kebahagiaan jangka panjang pada setiap keluarga (dalam kaitannya dengan rumah dinas)........

Wallahu Alam Bissawab.....