Bila kita bayangkan seseorang dari tahun 1970 melakukan perjalanan waktu ke masa depan yaitu hari ini. Anda bisa menunjukkan salah satunya adalah Steve Jobs yang menciptakan iPhone. Orang kembali kemudian membayangkan komunikasi nirkabel (pada film Dick Tracy atau Star Trek), tetapi mereka tidak pernah membayangkan kita bisa menyimpan informasi seluruh dunia melalui perangkat berukuran saku. Perjalanan waktu kita akan bergetar dengan kegembiraan. Kita ingin tahu apa keajaiban teknologi lainnya yang telah ditemukan dalam 41 tahun terakhir. Kita tahu tentang ruang koloni di Mars, mobil terbang, pesawat bertenaga nuklir supercepat dan organ buatan. Orang yang lahir pada tahun 1900 dimulai dengan adanya kereta kuda dan meninggal dengan peristiwa laki-laki berjalan di Bulan, tetapi beberapa dekade terakhir ini kita tidak melihat kemajuan teknologi seperti itu.
Baru-baru ini, sejumlah penulis telah berpikir adanya perlambatan inovasi. Michael Mandel menulis artikel di Business Week pada tahun 2009. Tyler Cowen menulis sebuah buku berpengaruh The Great Stagnation: How America Ate All The Low-Hanging Fruit of Modern History,Got Sick, and Will Eventually Feel Better pada tahun 2010. Penulis Fiksi Ilmiah Neal Stephenson baru saja menerbitkan sebuah makalah yang disebut “Innovation Starvation” di World Policy Journal dan Peter Thiel, yang membantu menciptakan PayPal dan keuangan pada Facebook, memiliki sebuah esai berjudul "Akhir dari Masa Depan" (The End of the Future) dalam National Review. Penulis-penulis ini mengakui bahwa telah terjadi inovasi yang luar biasa dalam teknologi informasi. Bidang Robotika tampaknya juga tumbuh dengan baik. Namun kecepatan inovasi melambat di banyak sektor lainnya.
Sebagai titik awal, Thiel mengatakan, kita melakukan perjalanan dengan kecepatan yang sama seperti yang kita lakukan setengah abad yang lalu, apakah di darat atau di udara. Kita bergantung pada sumber energi dasar yang sama. Warren Buffett melakukan investasi $ 44 miliar pada 2009, ia berinvestasi pada rel kereta api yang membawa batubara. Revolusi Hijau meningkatkan hasil gabah dengan 126 persen pada kurun 1950-1980, namun hasil itu meningkat hanya sebesar 47 persen pada dekade selanjutnya. Perusahaan-perusahaan farmasi besar sangat sedikit mengeluarkan obat-obatan fenomenal karena memangkas dana departemen riset mereka.
Jika kita percaya tesis stagnasi inovasi, ada tiga penjelasan yang paling menarik tampaknya. Pertama, sifat bukit ganda dari kurva belajar. Ketika peneliti mendaki bukit pertama dari masalah, mereka pikir mereka dapat melihat puncak.Tapi begitu mereka sampai di sana, mereka menyadari hal-hal yang lebih rumit daripada yang mereka pikir. Mereka harus kembali ke dasar dan mendaki sebuah bukit pengetahuan yang bahkan lebih curam depan. KIta telah melalui fase dalam segala macam masalah - genetika, energi, penelitian kanker dan Alzheimer. Inovasi tentu akan datang, hanya saja tidak secepat yang kita pikir.
Kedua, telah terjadi kehilangan idealisme dan utopianisme. Jika kita kembali dan berpikir tentang Pameran Dunia besar Amerika, atau jika Anda membaca tentang Bell Labs (Laboratorium perusahaan tempat saya bekerja dulu) pada masa kejayaannya atau Silicon Valley di tahun 1980 atau 1990, kita melihat orang-orang dalam cengkeraman visi idealisme mereka. Mereka membayangkan dunia yang sempurna. Mereka merasa seolah-olah memiliki kekuatan untuk memulai dunia baru. Ini adalah delusi (pikiran yang tidak berdasar), tetapi ini adalah delusi yang menjadi inspirasi.
Utopianisme ini hampir tak bisa ditemukan saat ini. Stephenson dan Thiel menunjukkan bahwa buku fiksi ilmiah sekarang sekarat; pekerjaan saat ini merupakan distopia (kondisi hidup yang buruk), bukan inspirasi. Thiel berpendapat bahwa etos lingkungan telah merusak kepercayaan adanya sihir teknologi. Lembaga-lembaga hukum dan budaya TV kita mengurangi antusiasme dengan menghukum kegagalan tanpa ampun. Padahal, kegagalan awal NASA dipandang sebagai langkah sepanjang jalan menuju masa depan yang gemilang.
Ketiga, tidak adanya benturan budaya yang ekstrim. Lihatlah sejarah hidup Steve Jobs. Selama hidupnya, ia mengkombinasikan tiga ruang hidup yang asinkron - Budaya anti kemapanan tahun 1960-an, budaya awal "penggila (Geeks)" komputer dan budaya perusahaan Amerika. Ada "Hippies", "The Whole Earth Catalogue" dan eksplorasi spiritual di India. Ada juga jam yang dikhususkan untuk mencoba membangun sebuah kotak untuk membuat panggilan telepon gratis :-) Penggabungan tiga "kehidupan" ini memicu inovasi yang berkelanjutan, menghasilkan tidak hanya produk baru dan gaya manajemen, tetapi juga kepribadian yang baru - seragam perusahaan berupa celana jins dan T-Shirt lengan panjang hitam. Ini didahului orang-orang marjinal yang datang bersama-sama, bersaing keras dan mencoba untuk menyelesaikan hubungan mereka sendiri yang tidak nyaman dengan masyarakat.
Akar inovasi yang besar tidak pernah hanya di teknologi itu sendiri. Mereka selalu dalam konteks sejarah yang lebih luas. Mereka membutuhkan cara baru untuk melihat. Seperti Einstein mengatakan, "Masalah penting yang kita hadapi tidak bisa dipecahkan pada tingkat pemikiran yang sama pada saat kita menciptakan hal tersebut."
Jika Anda ingin menjadi Steve Jobs dan selanjutnya mengakhiri stagnasi inovasi, mungkin Anda harus mulai mencoba hal-hal yang sama sekali baru.
<iframe width="640" height="360" src="http://www.youtube.com/embed/NugRZGDbPFU" frameborder="0" allowfullscreen></iframe>
No comments:
Post a Comment