Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk itu setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, ras, etnis, agama, dan gender. Pemerataan dan mutu pendidikan akan membuat warga negara Indonesia memiliki keterampilan hidup (life skills) sehingga memiliki kemampuan untuk mengenal dan mengatasi masalah diri dan lingkungannya, mendorong tegaknya masyarakat madani dan modern yang dijiwai nilai-nilai Pancasila.
Pendidikan merupakan persoalan hidup dan kehidupan manusia sepanjang hayatnya, baik sebagai individu, kelompok sosial, maupun sebagai bangsa. Pendidikan telah terbukti mampu mengembangkan sumber daya manusia yang merupakan karunia Allah Swt., serta memiliki kemampuan untuk mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan sehingga kehidupan manusia semakin beradab.
Menurut Wikipedia, Sekolah berasal dari bahasa Yunani σχολή (schole), yang aslinya berarti “kesenangan”, atau juga “Tempat yang menyenangkan”. Sekolah adalah sebuah lembaga yang dirancang untuk memungkinkan dan mendorong siswa (atau “murid”) untuk belajar di bawah pengawasan guru. Sebagian besar negara memiliki sistem pendidikan formal, yang umumnya wajib. Dalam sistem ini, siswa mengalami kemajuan melalui serangkaian tingktan sekolah. Nama-nama untuk sekolah berbeda di setiap negara, tetapi umumnya termasuk sekolah dasar untuk anak-anak dan sekolah menengah bagi remaja yang telah menyelesaikan pendidikan dasar.
Berhubungan dengan hal di atas, sepertinya RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) dan SBI (Sekolah Bertaraf Internasional) sedang mengalami "Split Personality" (Kepribadian Ganda) setelah putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan payung hukum RSBI dan SBI baru-baru ini. Dikutip dari ANTARA News - Selasa pekan ini, Mahkamah Konstitusi membuat putusan mengejutkan perihal Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) dengan membatalkan Pasal 50 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur RSBI dan SBI.
Mahkamah Konstitusi menyimpulkan pasal itu bertentangan dengan UUD 1945. Para hakim konstitusi membongkar sejumlah cacat filosofis dalam RSBI dan SBI. "Ini merupakan bentuk baru liberalisasi dan dualisme pendidikan, serta berpotensi menghilangkan jati diri bangsa dan diskriminasi," kata Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Mahfud MD. Atau dalam dalam istilah lain RSBI dan SBI dianggap seperti Kacang Yang Lupa Pada Kulitnya".
Sementara hakim konstitusi Anwar Usman menyoroti pembedaan sarana dan prasarana, pembiayaan dan pendidikan SBI/RSBI dari sekolah lain akan mencipta perlakuan berbeda kepada sekolah dan siswa. "Ini bertentangan dengan prinsip konstitusi yang harus memberikan perlakuan yang sama antarsekolah dan antarpeserta didik apalagi sama-sama sekolah milik pemerintah," kata Anwar.
No comments:
Post a Comment